
Renungan Dibalik Berbagai Macam Musibah
Renungan Dibalik Berbagai Macam Musibah
Khutbah Jum’at, 15 September 2023
Ustadz Aufa Abdillah
Akhir akhir ini, telah terjadi musibah di sebagian tempat di bumi Allah yang kita pijaki ini. Gempa yang terjadi di negara Maroko, kemudian disusul setelahnya banjir bandang melanda sebagian dearah di negara Libya. Melihat ini semua, yang harus kita tanamkan pada diri kita adalah bahwa semua yang Allah ta’ala takdirkan pasti ada hikmah, ada ibrah pelajaran yang seharusnya sebagai seorang hamba yang jeli kita sudah dapat mengetahui hikmah dan pelajaran dari musibah-musibah tersebut.
Marilah kita merenungkan sejenak firman Allah ta’ala:
وَضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا قَرْيَةً كَانَتْ آَمِنَةً مُطْمَئِنَّةً يَأْتِيهَا رِزْقُهَا رَغَدًا مِنْ كُلِّ مَكَانٍ فَكَفَرَتْ بِأَنْعُمِ اللَّهِ فَأَذَاقَهَا اللَّهُ لِبَاسَ الْجُوعِ وَالْخَوْفِ بِمَا كَانُوا يَصْنَعُونَ
“Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezkinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk)nya mengingkari nikmat-nikmat Allah; karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat.”
(QS. An-Nahl: 112)
Permisalan di atas ditujukan pada penduduk Makkah. Dahulu mereka hidup dalam keadaan aman, tentram dan melimpah berbagai rezeki yang bisa mereka dapati di sekitar mereka. Siapa pun yang masuk ke dalamnya akan merasakan aman. Yang dimaksud dalam ayat, Allah ta’ala memberi rezeki yang mudah. Itulah yang dimaksud dengan roghodaa’, yaitu rezeki diberi penuh kemudahan.
Ketika mereka kufur pada nikmat Allah, yaitu enggan taat kepada-Nya dan gemar bermaksiat. Akhirnya Allah menimpakan rasa takut (khawatir) dan kelaparan pada mereka. Padahal sebelumnya, mereka diberikan nikmat yang besar, rasa aman, buah-buahan yang diperoleh begitu mudah dan rezeki yang melimpah. Dan sebab kesengsaraan dan kesusahan mereka dijelaskan dalam ayat selanjutnya:
وَلَقَدْ جَاءَهُمْ رَسُولٌ مِنْهُمْ فَكَذَّبُوهُ فَأَخَذَهُمُ الْعَذَابُ وَهُمْ ظَالِمُونَ
“Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka seorang rasul dari mereka sendiri, tetapi mereka mendustakannya; karena itu mereka dimusnahkan oleh azab dan mereka adalah orang-orang yang zalim.”
(QS. An-Nahl: 113)
Jadi sebab mereka mendapatkan musibah adalah karena durhaka pada Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. Pada umumnya, semua bencana dan musibah itu telah Allah kabarkan dalam Al-Qur’an bahwasanya itu semua akibat perbuatan dosa manusia, bukan sebatas fenomena alam semata seperti yang diklaim oleh orang-orang yang tidak beriman. Allah ta’ala berfirman:
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ
“Telah tampak kerusakan di daratan dan di lautan akibat perbuatan dosa manusia…”
(QS. Ar-Rum: 41)
Allah ta’ala juga berfirman:
وَمَا أَصَابَكُم مِّن مُّصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ
“Tidak ada satupun musibah yang menimpa kecuali semua itu akibat daripada perbuatan dosa-dosa kalian…”
(QS. Asy-Syura: 30)
Gunung tidak mungkin meletus kecuali dengan perintah Rabbnya, air bah pun tidak akan pernah menerpa kecuali dengan perintah Allah ta’ala. Semua makhluk tunduk dan patuh hanya kepada penciptanya saja. Maka Allah ta’ala memberikan bencana demi bencana tiada lain adalah untuk kebaikan kita, yaitu dalam rangka mengingatkan agar kita kembali kepada Allah ta’ala, agar kita mau mengakui dosa-dosa kita di hadapan Allah ta’ala, dan tidak memaksiati-Nya. Namun sedikit dari manusia yang mau mengambil pelajaran dan hikmah dari musibah tersebut, maka Allah ta’ala pun memberikan bencana demi bencana kepada diri kita tak henti-hentinya.
Ketahuilah bahwa kesyirikan adalah penyebab terbesar datangnya bencana. Lihat bagaimana Allah ta’ala lakukan terhadap kaumnya Nabi Nuh ‘alaihis salam ketika mereka mempersekutukan Allah ta’ala dan tidak mau mengikuti ajakan Nabi Nuh ‘alaihis salam untuk mentauhidkan Allah. Allah ta’ala berfirman:
لَقَدْ أَرْسَلْنَا نُوحًا إِلَىٰ قَوْمِهِ فَقَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُم مِّنْ إِلَٰهٍ غَيْرُهُ
“Sungguh Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya. Nuh berkata: ‘Wahai kaumku beribadahlah kepada Allah saja, tidak ada Ilah yang berhak disembah kecuali Dia…”
(QS. Al-A’raf : 59)
Tapi mereka tidak mau mengikuti ajakan Nabi Nuh. Allah memberikan kesempatan 950 tahun kepada mereka agar kembali kepada Allah dan mengikuti ajakan Nabi Nuh ‘alaihis salam. Namun hati mereka keras, mereka lebih senang mempersekutukan Allah, tidak mau mengikuti ajakan Nabi Nuh ‘alaihis salam, maka Allah tenggelamkan mereka semua dalam air bah yang luar biasa dahsyatnya.
Lihatlah apa yang Allah lakukan terhadap kaumnya Nabi Hud, yaitu kaum ‘Aad. Mereka suatu kaum yang Allah karuniai badan yang sangat besar, kekuatan yang hebat dan tidak pernah Allah menciptakan seperti mereka setelahnya. Allah ta’ala kirimkan kepada mereka Nabi Hud ‘alaihis salam. Allah ta’ala berfirman:
وَإِلَىٰ عَادٍ أَخَاهُمْ هُودًا ۚ قَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُم مِّنْ إِلَٰهٍ غَيْرُهُ
“Dan kepada kaum ‘Aad Kami utus Hud. Hud berkata: ‘Hai kaumku, beribadahlah kepada Allah saja, tidak ada Ilah yang berhak disembah kecuali Dia saja…”
(QS. Hud : 50)
Tapi ternyata kaum ‘Aad pun menolak ajakan Nabi Hud ‘alaihis salam, maka Allah kirimkan angin yang sangat dingin dan kencang selama seminggu yang membuat mereka pun hancur dan binasa. Mereka pun kemudian mati bagaikan batang-batang pohon yang tumbang.
Kita tahu bahwa kesyirikan merupakan sumber terbesar munculnya malapetaka dan bencana di muka bumi ini. Maka kewajiban kita adalah mari kita ikuti ajakan para Nabi untuk mentauhidkan Allah, menjauhkan kesyirikan dan menjauhkan berbagai macam warna-warni kesyirikan. Allah ta’ala berfirman:
ٱلَّذِینَ ءَامَنُوا۟ وَلَمۡ یَلۡبِسُوۤا۟ إِیمَـٰنَهُم بِظُلۡمٍ أُو۟لَـٰۤىِٕكَ لَهُمُ ٱلۡأَمۡنُ وَهُم مُّهۡتَدُونَ
“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuri imannya dengan kezaliman (syirik), maka mereka itulah yang diberikan keamanan dan mereka itulah yang diberi petunjuk.”
(QS. Al-An’am : 82).
Besar kecilnya keamanan dan hidayah itu tergantung pada besar kecilnya tauhid dan keimanan yang ada pada diri seorang hamba. Semakin sempurna tauhid dan imannya, semakin sempurna pula keamanan dan hidayah yang didapatkan olehnya. Bahkan, Allah ta’ala memberikan jaminan untuk selamat dari azab bagi mereka yang beriman dan senantiasa bersyukur kepada-Nya. Allah ta’ala berfirman,
مَّا یَفۡعَلُ ٱللَّهُ بِعَذَابِكُمۡ إِن شَكَرۡتُمۡ وَءَامَنتُمۡۚ
“Allah tidak akan mengazab kalian; jika kalian bersyukur dan tetap beriman.”
(QS. An-Nisaa’ : 147)
Adapun sebab yang kedua yaitu kemaksiatan yang merajalela. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan dalam hadits bahwa:
“tidaklah tersebar zina di sebuah masyarakat kecuali Allah kirimkan kepada mereka penyakit yang belum pernah ada sebelumnya. Dan tidaklah suatu kaum menahan diri dari membayar zakat kecuali Allah tahan hujan dari mereka. Kalau bukan karena do’a binatang-binatang ternak, Allah tidak akan kirimkan hujan kepada mereka” (HR. Thobroni dalam Al Mu’jam Al Kabir – 13619)
Ini semua menunjukkan bahwa maksiat menyebabkan datangnya bencana kepada kita. Namun sebagian orang, ketika kita berusaha mengajak manusia kepada tauhid, mengajak manusia kepada ketaatan, mereka berkata “Tidak perlu kalian mengingkari kami tidak perlu kalian mengingatkan kami karena sesungguhnya kami yang akan menanggung dosa-dosa kami.”
Padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan bahwa;
“kalaulah suatu kaum mampu mengingkari sebuah kemungkaran tapi mereka diam seribu bahasa, Allah akan ratakan adzab kepada mereka semuanya. Walaupun di sana ada orang-orang shalih, bertakwa dan ulama. Tapi ketika mereka tidak mengingkari kemungkaran dan mereka mampu, maka saat itu Allah ta’ala ratakan adzab kepada mereka semuanya…”
Allah ta’ala berfirman:
وَاتَّقُوا فِتْنَةً لَّا تُصِيبَنَّ الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنكُمْ خَاصَّةً
“Takutlah kalian kepada adzab yang tidak menimpa orang-orang zalim saja, tapi orang shalih pun kena semuanya…”
(QS. Al-Anfal : 25)
Ini akibat daripada mereka tidak mau peduli dengan kemungkaran yang ada di sekitarnya, mereka diam seribu bahasa, tidak berusaha mengingkari kemungkaran walaupun dengan hatinya.
Maka sadarilah bahwa musibah/bencana/malapetaka bukanlah sebatas fenomena alam, akan tetapi ia adalah perintah dari pemiliknya, yaitu Allah ‘Azza wa Jalla akibat dosa-dosa manusia. Sehingga kita bisa mengambil pelajaran dan membekali diri kita dengan keimanan dan ketakwaan. Allah ta’ala berfirman:
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَىٰ آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَاتٍ مِّنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَٰكِن كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُم بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
“Kalaulah penduduk suatu negeri beriman dan bertakwa, tentu Kami akan bukakan pintu-pintu keberkahan dari langit dan bumi. Akan tetapi mereka mendustakan ayat-ayat Kami, maka Kami timpakan azab disebabkan perbuatan mereka.”
(QS. Al-A’raf : 96)
Dan marilah kita perbanyak beristighfar, Allah ta’ala berfirman :
وَمَا كَانَ اللَّهُ مُعَذِّبَهُمْ وَهُمْ يَسْتَغْفِرُونَ
“Allah tidak akan pernah mengadzab mereka selama mereka mohon ampun kepada Allah” (QS. Al-Anfal : 33)
Demikian ringkasan khutbah ini kami sampaikan, semoga dapat memberikan manfaat dan barakah bagi yang membacanya.