
Berbicara Yang Baik
Berbicara yang Baik
Khutbah Jum’at, 29 September 2023
Ustadz Imam Rosyadi
Sesungguhnya umat Islam adalah rahmat bagi seluruh alam. Islam mengajarkan kasih sayang kepada sesama makhluk ciptaan-Nya, baik manusia, hewan, hingga tumbuh-tumbuhan dan lingkungan.
Di antara bentuk kasih sayang yang terkandung dalam ajaran islam adalah berkata-kata yang baik. Perkataan dan ucapan yang baik merupakan perbuatan terpuji yang mendatangkan kebaikan dan dapat meninggikan derajat, baik di sisi Allah ta’ala maupun di tengah-tengah manusia. Allah ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيداً* يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعْ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزاً عَظِيماً
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.”
(QS. Al-Ahzab 70-71)
Allah ta’ala memerintahkan kepada hamba-Nya yang beriman agar tetap bertakwa kepada-Nya dan menyembah-Nya dengan penyembahan sebagaimana seseorang yang melihat-Nya. Hendaklah juga mereka mengucapkan perkataan yang benar, jujur, tidak pula menyimpang. Lalu Allah ta’ala menjanjikan kepada mereka jika mereka melakukan perintah-perintah-Nya, Allah ta’ala akan memberi mereka pahala dengan memperbaiki amal perbuatan mereka.
Allah ta’ala memberi mereka taufik untuk mengerjakan amal-amal kebaikan, amal-amal yang saleh, dan Allah akan mengampuni dosa-dosa mereka yang terdahulu. Sedangkan dosa yang akan mereka lakukan di masa mendatang, Allah akan memberi mereka ilham untuk bertobat darinya. Dalam firman selanjutnya Allah ta’ala mengatakan:
وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
“Dan barang siapa menaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.”
Demikian itu karena dia dihindarkan dari neraka jahnnam dan dimasukkan ke dalam surga-Nya.
عَنْ أَبِي مُوسَى الْأَشْعَرِيِّ قَالَ: صَلَّى بِنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَاةَ الظُّهْرِ، فَلَمَّا انْصَرَفَ أَوْمَأَ إِلَيْنَا بِيَدِهِ فَجَلَسْنَا، فَقَالَ: “إِنَّ اللَّهَ أَمَرَنِي أَنْ آمُرَكُمْ، أَنْ تَتَّقُوا اللَّهَ وَتَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا”. ثُمَّ أَتَى النِّسَاءَ فَقَالَ: “إِنَّ اللَّهَ أَمَرَنِي أَنْ آمُرَكُنَّ: أَنْ تَتَّقِينَ اللَّهَ وَتَقُلْنَ قَوْلًا سَدِيدًا”
Dari Abu Musa Al-Asy’ari yang mengatakan bahwa kami salat dhuhur bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Setelah selesai dari salatnya beliau berisyarat kepada kami dengan tangannya, lalu kami duduk, dan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda;
“Sesungguhnya Allah ta’ala. telah memerintahkan kepadaku agar aku memerintahkan kepada kalian untuk bertakwa kepada Allah dan berkata dengan perkataan yang benar”
Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wasallam mendatangi kelompok kaum wanita, lalu bersabda:
“Sesungguhnya Allah ta’ala. telah memerintahkan kepadaku agar aku memerintahkan kepada kalian untuk bertakwa kepada Allah ta’ala dan berkata yang benar” (HR. Ahmad)
Allah ta’ala juga memberikan contoh akan perkataan yang baik dan perkataan yang buruk di dalam Al-Qur’an, Allah ta’ala berfirman;
أَلَمْ تَرَى كَيْفَ ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلاً كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِي السَّمَاءِ
“Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya kokoh dan cabangnya (menjulang) ke langit,
تُؤْتِي أُكُلَهَا كُلَّ حِينٍ بِإِذْنِ رَبِّهَا وَيَضْرِبُ اللَّهُ الأَمْثَالَ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ
“pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat”
وَمَثَلُ كَلِمَةٍ خَبِيثَةٍ كَشَجَرَةٍ خَبِيثَةٍ اجْتُثَّتْ مِنْ فَوْقِ الأَرْضِ مَا لَهَا مِنْ قَرَارٍ
“Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut dengan akar-akarnya dari permukaan bumi; tidak dapat tetap (tegak) sedikitpun”
يُثَبِّتُ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الآخِرَةِ وَيُضِلُّ اللَّهُ الظَّالِمِينَ وَيَفْعَلُ اللَّهُ مَا يَشَاءُ
“Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang zalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki”
(QS. Ibrahim 24-27)
Sebaik-baik perkataan adalah kalimat tauhid seperti yang difirmankan oleh Allah ta’ala dalam surah diatas. Syaikh Assa’di rahimahullahu menjelaskan dalam tafsirnya “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar”.
Allah ta’ala memerintahkan kaum mukminin untuk bertakwa kepada-Nya dalam seluruh kondisi mereka, lahir dan batin. Dari takwa itu Allah mengkhususkan dan menyunnahkan untuk berkata benar, yaitu perkataan yang sejalan dengan yang benar atau mendekati kebenaran, berupa bacaan dzikir, amar ma’ruf nahi mungkar, mempelajari ilmu dan mengajarkannya, berupaya maksimal untuk memperoleh yang tepat dalam masalah-masalah ilmiah, dan menempuh setiap jalan yang dapat mengantarkan ke sana dan setiap sarana yang membantu untuknya. Dan termasuk perkataan yang benar adalah berkata lembut dan santun dalam berbicara kepada orang lain dan perkataan yang mengandung nasihat dan bimbingan kepada apa yang lebih maslahat.
Kemudian Allah menjelaskan pengaruh yang ditimbulkan oleh takwa kepada Allah dan mengucapkan perkataan yang benar, seraya berfirman;
يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ
“Niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu”
Maksudnya, hal itu dapat menjadi sebab bagi keshalihan (kebaikan) amal dan jalan untuk diterima. Karena dengan menggunakan takwa, maka amal kebajikan bisa diterima. Sedangkan perkataan yang paling buruk adalah perkataan kekufuran dan kemaksiatan. Seperti halnya yang dijelaskan dalam lanjutan tafsirnya, Syaikh Assa’di rahimahullahu menyebutkan “Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk yang telah dicabut dengan akar-akarnya dari permukaan bumi; tidak dapat tetap (tegak) sedikit pun.”
Kemudian Allah ta’ala menyebutkan lawannya, yaitu perkataan kekufuran dan cabang-cabangnya. Allah ta’ala berfir-man,
وَمَثَلُ كَلِمَةٍ خَبِيثَةٍ
“Dan perumpamaan kalimat yang buruk adalah seperti pohon yang buruk“
yaitu buruk untuk dimakan dan dirasakan, ia merupakan pohon Handzhal dan pohon yang serupa lainnya.
اجْتُثَّت;
“yang telah dicabut dengan akar-akarnya“,
yakni pohon ini (telah dicabut).
مِنْ فَوْقِ الْأَرْضِ مَا لَهَا مِنْ قَرَارٍ
“dari permukaan bumi; tidak dapat tetap (tegak) sedikit pun“,
Tidak ada keteguhan, tidak ada akar yang menahannya dan tidak ada buah bagus yang dihasilkannya. Bahkan kalaupun ada buahnya, tapi jenis buah yang jelek. Demikian pula kalimat kekufuran dan kemaksiatan. Tidak ada keteguhan yang bermanfaat dalam hati, tidak menghasilkan melainkan ucapan buruk, dan amalan keji. Orangnya pun justru terancam bahaya olehnya. Tidak mendapatkan manfaat darinya. Amalan shalih darinya tidak melaju naik kepada Allah. Tidak memberinya manfaat kepada dirinya, dan orang lain pun tidak merasakan manfaatnya.
Maka waspada dan berhati-hatilah, sebab lisan seseorang dapat menjerumuskan dalam jurang kebinasaan dan menjerumuskan kedalam api neraka, sebagaimana peringatan dari Nabi yang tersampaikan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ الرَّجُلَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ لاَ يَرَى بِهَا بَأْسًا يَهْوِى بِهَا سَبْعِينَ خَرِيفًا فِى النَّارِ
“Sesungguhnya seseorang berbicara dengan suatu kalimat yang dia anggap itu tidak mengapa, padahal (dengan perkataan itu) dia akan dilemparkan kedalam neraka sejauh 70 tahun perjalanan”
Hadist lain:
إِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ رِضْوَانِ اللَّهِ لاَ يُلْقِى لَهَا بَالاً، يَرْفَعُ اللَّهُ بِهَا دَرَجَاتٍ، وَإِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ سَخَطِ اللَّهِ لاَ يُلْقِى لَهَا بَالاً يَهْوِى بِهَا فِى جَهَنَّمَ
“Sesungguhnya ada seorang hamba berbicara dengan suatu perkataan yang tidak dia pikirkan lalu Allah mengangkat derajatnya disebabkan perkataannya itu. Dan ada juga seorang hamba yang berbicara dengan suatu perkataan yang membuat Allah murka dan tidak pernah dipikirkan bahayanya lalu dia dilemparkan ke dalam jahannam.”
(HR. Bukhari no. 6478).
Ada tiga orang yang kelak pada hari kiamat kata Rasulullah dia tidak akan diajak bicara oleh Allah, tidak akan dilihat oleh Allah ta’ala dan tidak akan disucikan dari dosa dan bagi mereka adzab yang pedih.
ثَلاَثٌ لاَ يُكَلِّمُهُمُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلاَ يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ وَلاَ يُزَكِّيهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
Siapakah tiga orang tersebut?
Yang pertama:
رَجُلٌ عَلَى فَضْلِ مَاءٍ بِالْفَلاَةِ يَمْنَعُهُ مِنِ ابْنِ السَّبِيلِ
“Seorang laki-laki yang mempunyai kelebihan air di padang pasir ternyata dia tidak mau memberinya kepada ibnu sabil yang sangat membutuhkan air.”
Yang kedua:
وَرَجُلٌ بَايَعَ رَجُلاً بِسِلْعَةٍ بَعْدَ الْعَصْرِ فَحَلَفَ لَهُ بِاللَّهِ لأَخَذَهَا بِكَذَا وَكَذَا فَصَدَّقَهُ وَهُوَ عَلَى غَيْرِ ذَلِكَ
“Seseorang yang berjual beli di waktu ashar lalu ia bersumpah dusta bahwasanya ia telah mengambil barang tersebut dengan nilai seperti ini dan begitu padahal tidak.”
Yang ketiga, kata Rasulullah:
وَرَجُلٌ بَايَعَ إِمَامًا لاَ يُبَايِعُهُ إِلاَّ لِدُنْيَا فَإِنْ أَعْطَاهُ مِنْهَا وَفَى وَإِنْ لَمْ يُعْطِهِ مِنْهَا لَمْ يَف لَهُ
“Dan orang yang membai’at pemimpinnya karena dunia, bila ia diberi oleh pemimpin ia melaksanakan bai’atnya, dan bila tidak diberi maka ia tidak mau melaksanakan bai’atnya.”
“Seseorang yang membai’at pemimpinnya hanya karena dunia. Jika ia diberi dunia, dia mau taat. Tapi jika ia tidak diberikan dunia, maka ia tidak mau taat.”
(Hadits shahih dikeluarkan Imam Bukhari dan Muslim)
Lihatlah saudaraku seiman, di hari kiamat nanti akan ada orang-orang yang tidak akan diajak bicara oleh Allah, tidak akan dilihat oleh Allah pada hari kiamat, tidak akan disucikan oleh Allah dan bagi mereka adzab yang pedih.
Yang pertama, seorang laki-laki yang mempunyai kelebihan air di sebuah padang pasir kemudian ia tidak mau memberikan kepada ibnu sabil yang sangat membutuhkan. Islam melarang kita mempunyai sifat pelit. Islam memerintahkan kita untuk mempunyai jiwa dermawan. Islam memerintahkan kita untuk mempunyai jiwa sosial yang tinggi, untuk betul-betul peka kepada lingkungan kita.
Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda;
أَبْغُوْنِي الضُّعَفَاءَ، فَإِنَّمَا تُرْزَقُوْنَ وَتُنْصَرُوْنَ بِضُعَفَائِكُمْ
“Carilah aku dengan cara memperhatikan orang-orang yang lemah (miskin), karena sesungguhnya kalian diberikan rezeki oleh Allah dan dibela oleh Allah disebabkan oleh orang-orang lemah (miskin) diantara kalian.”
(HR. Abu Dawud)
Yang kedua, dalam hadis tersebut disebutkan orang yang berjual beli di waktu ashar. Bukan artinya jual beli di waktu ashar itu dilarang. Akan tetapi yang Rasulullah ingin tekankan yaitu setelahnya, yaitu “bersumpah palsu”. Dia bersumpah dusta bahwasanya dia sudah mengambil barang ini dengan modal sekian dan sekian padahal tidak. Dia membawa nama Allah, dia mengatakan “demi Allah” di waku ashar.
Kata para ulama berpendapat, bersumpah dengan nama Allah di waktu ashar itu sangat berat di mata Allah ta’ala. Oleh karena itulah pelaksanaan Li’an, saling melaknat suami dan istri ketika suami melihat istrinya berzina namun ia tidak memiliki saksi, maka kemudian saling melaknatlah, kata para ulama itu dilaksanakan di waktu ashar, masing-masing mereka bersumpa dengan nama Allah ta’ala.
Karena bersumpah di waktu ashar itu berat di mata Allah, maka ketika seseorang bersumpah dusta dan berkata “demi Allah” kemudian ia bertepatan dengan waktu ashar, maka itu di mata Allah sangat berat sekali.
Yang ketiga, seorang laki-laki yang membai’at imam (pemimpin), ternyata dia membai’atnya hanya karena dunia saja. Jika ia diberi dunia oleh pemimpin, dia akan menaati pemimpin tersebut. Jika tidak diberikan dunia oleh pemimpin, dia tidak mau menaati pemimpinnya. Maka orang ini di hari kiamat nanti tidak akan disucikan oleh Allah, tidak akan dilihat oleh Allah, bahkan akan diberikan oleh Allah Ta’ala adzab yang pedih, Allah pun tidak mau mengajak bicara dia. Hal ini karena Allah murka kepadanya.
Oleh karena itu, alangkah baiknya dan mulianya jika lisan kita selalu berhias dengan kalimat-kalimat yang baik. Salah satu perbuatan yang bisa menghantarkan pelakunya mendapat surga Allah ta’ala. Diriwayatkan dari Sahal bin Sa’ad Radhiyallahu ‘anhu, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
مَنْ يَضْمَنُ لِيْ مَا بَيْنَ لَحْيَيْهِ وَمَا بَيْنَ رِجْلَيْهِ أَضْمَنُ لَهُ الْجَنَّةَ
“Barangsiapa yang memberikan jaminan kepadaku (untuk menjaga) kejahatan lisan yang berada di antara dua tulang rahangnya, dan kejahatan kemaluan yang berada di antara kedua kakinya, niscaya aku akan memberikan jaminan surga kepadanya.”
(HR. al-Bukhari)
Dan Nabi ﷺ bersabda;
مَنْ كَانَ يُؤمنُ باللهِ واليومِ الآخر فليَقُلْ خيراً أو ليَصْمُتْ
“Barangsiapa yang benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir hendaknya berkata yang baik atau diam.”
(HR Bukhari dan Muslim)
Dalam Jami’ul ‘Ulum wal Hikam, Ibnu Rajab rahimahullah berkata,
“Tidak ada perkataan yang bersifat pertengahan antara bicara dan diam. Yang ada, suatu ucapan boleh jadi adalah kebaikan sehingga kita pun diperintahkan untuk mengatakannya. Boleh jadi suatu ucapan mengandung kejelekan sehingga kita diperintahkan untuk diam.”
Ibnu Mas’ud pernah berkata,
“Demi Allah yang tidak ada sesembahan yang benar selain Dia. Tidak ada di muka bumi yang lebih berhak untuk dipenjara dalam waktu yang lama daripada lisan.”
Diam itu lebih baik daripada berbicara sia-sia bahkan mencela atau mencemooh yang mengandung maksiat.
Itulah manusia, ia menganggap perkataannya tidak berdampak apa-apa, namun di sisi Allah bisa jadi perkara besar. Allah Ta’ala berfirman:
وَتَحْسَبُونَهُ هَيِّنًا وَهُوَ عِنْدَ اللَّهِ عَظِيمٌ
“Kamu menganggapnya suatu yang ringan saja. Padahal dia pada sisi Allah adalah besar.”
(QS. An Nur: 15)
Dalam Tafsir Al Jalalain dikatakan bahwa orang-orang biasa menganggap perkara ini ringan. Namun, di sisi Allah perkara ini dosanya amatlah besar.
Bertakwalah wahai hamba Allah sekalian. Jagalah lisan-lisan. Pertimbangkanlah sebelum berucap dan mengatakan. Apakah ucapan ini berdampak baik atau tidak. Karena apa yang kita ucapkan akan dihisab dan dicatat di lembar-lembar catatan amal.
مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ
“Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir”
(QS. Qaaf : 18)
Al-Imam asy-Syafi’i rahimahullahu berkata;
“Apabila seseorang ingin berbicara, maka hendaklah dia berpikir terlebih dahulu sebelum berbicara, apabila telah jelas maslahatnya, maka dia berbicara, dan apabila ragu-ragu, maka dia tidak berbicara sampai jelas maslahatnya.”
Al-Imam asy-Syafi’i juga pernah berpesan kepada muridnya ar-Rabi’, “Wahai ar-Rabi’, janganlah kamu berbicara tentang perkara yang tidak penting bagimu, karena apabila kamu berbicara satu kata, maka ia akan memilikimu, sedangkan kamu tidak dapat memilikinya.”
Demikian ringkasan khutbah ini kami sampaikan, semoga dapat memberikan manfaat dan barakah bagi yang membacanya.