Artikel IslamArtikel Pilihan

Wasiat Lukman Kepada Anaknya – Bagian Satu

Berkenaan dengan Lukman, bahwasanya para ulama berselisih pendapat apakah dia termasuk seorang Nabi ataukah bukan, akan tetapi sebagaimana jumhur ulama salaf menyatakan bahwasanya  dia adalah bukan seorang Nabi, akan tapi dia salah seorang hamba yang shalih dan memiliki  hikmah yang dianugerahkan oleh Allah ta’ala kepada-nya, sebagaiman juga diutarakan oleh Ibnu katsir rahimahullah dalam tafsirnya[1].

Wasiat Lukman kepada anaknya termasuk salah satu wasiat penting yang berkenaan dengan hubungan seseorang terhadap penciptanya dan terhadap orang lain.

Allah ta’ala telah mengabadikan di dalam Al-Qur’an tentang wasiat Lukman untuk anaknya. Hal ini menunjukan betapa agungnya makna dalam wasiat tersebut.

Sebagian orang melihat bahwasanya bentuk tanda cinta dan kasih sayang terhadap anaknya diukur dengan materi berupa harta, jabatan, pangkat atau kekayaan. Akan tetapi, ketahuilah bahwa ini semua hanyalah kebahagiaan yang bersifat sementara. Adapun kebahagiaan yang sesungguhnya ialah kebahagiaan di akhirat kelak.  

Maka lihatlah apa yang dinasihatkan Lukman untuk anaknya sangatlah berharga dan bermanfaat di dunia maupun di akhirat, diantaranya  bentuk nasihatnya adalah:

Mentauhidkan Allah Ta’ala Semata dan Larangan Berbuat Syirik

Allah ta’ala berfirman:

وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ

“Dan ketika Lukman mengatakan kepada anaknya dalam rangka menasehatinya ‘wahai anakku janganlah engkau berbuat syirik, karena sesungguhnya kesyirikan termasuk kezaliman yang besar’” (QS. Lukman: 13)

Ibnu katsir rahimahullah mengatakan tentang ayat ini:

“Oleh karena itu dia menasihatkan anaknya yang pertama kali adalah untuk beribadah kepada Allah ta’ala semata dan tidak menyekutukannya dengan sesuatu apapun, karena kesyirikan itu termasuk kezaliman yang paling besar” (Tafsir Alquranul Azhim, 6/336)

Berbuat Baik Kepada Kedua Orang Tua

Selanjutnya lukman berwasiat kepada anaknya setelah memperhatikan hak Allah ta’ala untuk berbuat baik kepada kedua orang tua. Karena betapa besarnya hak dan kedudukan orang tua di sisi Allah ta’ala, sebagaimana Allah ta’ala berfirman:

وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا

“Dan tuhanmu memerintahkanmu agar tidak beribadah melainkan hanya kepada-Nya dan berbuat baik kepada kedua orang tua”   ) QS. Al-Isra’: 22

Oleh karena itu, dalam ayat ini bagaimana Allah ta’ala menyertakan haknya dengan hak kepada oarang tua, maka ini menunjukkan besarnya hak kedua orang tua disisi-Nya. Dan sebaliknya betapa besarnya dosa terhadap orang yang meremehkan dan menyia-nyiakan hak kedua orang tua.

Dalam sebuah hadits disebutkan ketika salah seorang sahabat datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan bertanya kepadanya:

Amalan apakah yang paling dicintai oleh Allah ta’ala, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: Shalat pada waktunya, kemudian sahabat ini bertanya, setelah itu apa? maka Rasullah menjawab: Berbakti kepada kedua orang tua, kemudian beliau mengatakan: Berjihad di jalan Allah ta’ala” (HR. Bukhari: 526)

Selayaknya seorang anak untuk berbakti kepada orang tuanya karena ini termasuk perintah Allah ta’ala yang wajib untuk dilaksanakan dan jangan sekali dia menyia-nyiakannya karena ini termasuk dosa besar.

Maka ketahuilah seorang anak tidak akan bisa membalas kebaikan orang tuanya dengan sesuatu apapun bahkan satu tarikan napas yang keluar dari ibunya ketika dia dilahirkan tidak akan mampu membalasnya.

Timbul sebuah pertanyaan, bagaimana jika orang tua itu non muslim? Maka jawabannya adalah tidaklah menghilangkan untuk berbakti kepada orang tua baik yang muslim maupun non muslim. Karena hakikatnya dalam perintah Allah ta’ala bersifat umum. Dalam sebuah kaidah disebutkan bahwa yang menjadi ukuran adalah keumuman lafaznya bukan dengan kekhususan sebabnya.

Perlu diingat bahwa berbuat baik kepada orang tua bukan dalam segala hal, akan tetapi terhadap apa yang diridhai Allah ta’ala berupa kebaikan dan ketaatan bukan dalam hal maksiat atau mendatangkan murka Allah. Sebagaimana Allah ta’ala berfirman :

وَإِنْ جَاهَدَاكَ عَلَى أَنْ تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا

“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik” (QS. Lukman: 15)

Bersambung….

[1]  Tafsir Alquranul Azhim, 6/334

Print Friendly, PDF & Email

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Back to top button
WeCreativez WhatsApp Support
Ahlan wa Sahlan di Website Resmi Pesantren Al Lu'lu' Wal Marjan Magelang
👋 Ada Yang Bisa Kami Bantu?
Close
Close